Menurut perumusan WHO yang dikutip Harafiah dan Amir (1999), Pengertian Rumah
Sakit adalah suatu keadaan usaha yang menyediakan pemondokan yang memberikan
jasa pelayanan medis jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas
tindakan observasi, diagnostik, therapeutik, dan rehabilitasi untuk orang-orang
yang menderita sakit, terluka dan untuk mereka yang mau melahirkan.
Pengertian Sanitasi Rumah Sakit
Sanitasi adalah suatu cara untuk mencegah
berjangkitnya suatu penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari
sumber. Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan (Arifin, 2009). Kesehatan lingkungan adalah: upaya perlindungan,
pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan
ekologi pada tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat (Arifin,
2009).
Kesehatan lingkungan rumah sakit diartikan
sebagai upaya penyehatan dan pengawasan lingkungan rumah sakit yang mungkin
berisiko menimbulkan penyakit dan atau gangguan kesehatan bagi masyarakat
sehingga terciptanya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
(Depkes RI, 2009). Upaya kesehatan lingkungan rumah sakit meliputi
kegiatan-kegiatan yang kompleks sehingga memerlukan penanganan secara lintas
program dan lintas sektor serta berdimensi multi disiplin, untuk itu diperlukan
tenaga dan prasarana yang
memadai dalam pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit (Depkes RI, 2004).
memadai dalam pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit (Depkes RI, 2004).
Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Rumah sakit
Adapun persyaratan kesehatan lingkungan rumah
sakit berdasarkan Permenkes No. 1204/Menkes/SK/X/2004 adalah meliputi :
sanitasi pengendalian berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi, biologi, dan
sosial psikologi di rumah sakit. Program sanitasi di rumah sakit terdiri dari
penyehatan bangunan dan ruangan, penyehatan makanan dan minuman, penyehatan
air, penyehatan tempat pencucian umum termasuk tempat pencucian linen,
pengendalian serangga dan tikus, sterilisasi/desinfeksi, perlindungan radiasi,
penyuluhan kesehatan lingkungan, pengendalian infeksi nosokomial, dan
pengelolaan sampah/limbah (Depkes RI, 2004).
Pengertian Manajemen Rumah Sakit
Harold koonts dan Cyrill O. Donnel dalam bukunya
yang berjudul prinsiple of management yang dikutip oleh Marsum dan Siti Fauziah
(2007), Manajemen ialah suatu usaha untuk mendapatkan sesuatu yang dilakukan
melalui orang lain yang meliputi manajemen tradisional yaitu pendekatan yang
dilakukan adalah coba-coba, keberhasilan yang dicapai bersifat kebetulan dan
tidak efektif. Manajemen modern yaitu pendekatan yang dilakukan menerapkan
prinsip-prinsip ilmiah, upaya mencapai tujuan dilakukan secara sistematis dan
rasional didasarkan atas data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan,
dan tujuan dapat tercapai secara efektik dan efisien.
Manajemen dapat diartikan suatu proses untuk menciptakan, memelihara dan mengoperasikan organisasi dengan tujuan tertentu melalui upaya manusia yang sistematis, terkoordinasi dan koperatif. Suatu proses menganalisa, menerapkan tujuan, sasaran, serta penjabaran tugas dan kewajiban secara baik dan efisien. Proses pemanfaatan sumber daya manusia (SDM), uang, bahan dan alat yang dianalisis dan diatur secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan SDM, sumber daya lainya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan ( Marsum.dkk, 2007).
Manajemen rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, dan adanya kemampuan pengendalian untuk mencapai tujuan. Tujuan manajemen rumah sakit seperti berikut ini:
Manajemen dapat diartikan suatu proses untuk menciptakan, memelihara dan mengoperasikan organisasi dengan tujuan tertentu melalui upaya manusia yang sistematis, terkoordinasi dan koperatif. Suatu proses menganalisa, menerapkan tujuan, sasaran, serta penjabaran tugas dan kewajiban secara baik dan efisien. Proses pemanfaatan sumber daya manusia (SDM), uang, bahan dan alat yang dianalisis dan diatur secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan SDM, sumber daya lainya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan ( Marsum.dkk, 2007).
Manajemen rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, dan adanya kemampuan pengendalian untuk mencapai tujuan. Tujuan manajemen rumah sakit seperti berikut ini:
a. Menyiapkan sumber daya.
b. Mengevaluasi efektifitas.
c. Mengatur pemakaian pelayanan.
d. Efisiensi.
e. Kualitas.
Dalam kegiatan organisasi rumah sakit yang
kompleks pengalaman saja tidak akan cukup, penanganannya tidak bisa lagi atas
dasar kira-kira dan selera, hal ini disebabkan oleh :
a. Sumber daya yang makin sulit dan mahal.
b. Era kompetisi yang menuntut pelayanan prima.
c. Tuntutan masyarakat yang makin berkembang.
Manajemen profesional berarti melaksanakan
manajemen dengan tata cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka
memerlukan orang yang terlatih pula secara benar dan tepat. Dalam rangka
melaksanakan pelayanan yang berorientasi pada pasien, dan menjaga mutu
pelayanan perlu dengan manajemen yang handal, dengan demikian segala hal yang
diperlukan akan tersedia dalam bentuk :
a. Tepat jumlah
b. Tepat waktu
c. Tepat sasaran (Hapsari, 2010)
Manajemen lingkungan rumah sakit merupakan
manajemen yang tidak statis, tetapi sesuatu yang dinamis sehingga diperlukan
adaptasi atau penyesuaian bila terjadi perubahan di rumah sakit, yang mencakup
sumber daya, proses dan kegiatan rumah sakit, juga apabila terjadi perubahan di
luar rumah sakit, misalnya perubahan peraturan perundang-undangan dan
pengetahuan yang disebabkan oleh perkembangan teknologi. Berbagai manfaat yang
bisa didapat apabila menerapkan sistem manajemen lingkungan rumah sakit adalah
yang terpenting perlindungan terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Spesifikasi manajemen rumah sakit akan memberikan garis besar pengelolaan
lingkungan yang didesain untuk semua aspek, yaitu operasional, produk, dan jasa
dari rumah sakit secara terpadu dan saling terkait satu sama lain (Adisasmito,
2007). Penerapan manajemen pengolahan limbah dalam upaya kesehatan masyarakat
yang merupakan serangkaian kegiatan manajemen limbah mulai dari sumbernya
hingga hasil akhir limbah setelah diolah. Manajemen diterapkan mulai dari
sumber daya yang tersedia, proses pengelolaan limbah hingga evaluasi terhadap
kegiatan pengolahan ( Adisasmito, 2007).
Sumber Daya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Sumber daya diperlukan dalam mencapai tujuan
pengelolaan limbah rumah sakit. Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
diperlukan sumber daya manusia sebagai sumber daya aktif, dana atau keuangan,
sarana dan prasarana (machine), metode yang digunakan, pasar (market).
Man (SDM)
Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang
paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan
proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab
pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul
karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.
Manajemen tidak lepas dari SDM ( sumber daya aktif), koordinasi antar manusia yang dikendalikan untuk mencapai tujuan merupakan proses manajemen yang meliputi 5 (lima) elemen dasar sumber daya manusia :
Manajemen tidak lepas dari SDM ( sumber daya aktif), koordinasi antar manusia yang dikendalikan untuk mencapai tujuan merupakan proses manajemen yang meliputi 5 (lima) elemen dasar sumber daya manusia :
1. Kegiatan sumber daya untuk mencapai tujuan,
2. proses dilakukan secara rasional,
3. melalui manusia lain,
4. menggunakan metode dan teknik tertentu,
5. dalam lingkungan organisasi tertentu.
Prinsip-prinsip umum manajemen yang berkaitan
dengan sumber daya manusia, sebagai berikut:
1. Adanya pembagian kerja, kualitas anggota perlu
diperhatikan baik fisik, mental, pendidikan, pengalaman, keimanan,dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Disiplin, merupakan ketaatan, kepatuhan untuk
mengikuti aturan yang menjadi tanggungjawabnya
3. Kewenangan dan tanggung jawab setiap pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai pembagian tugas yang diberikan kepadanya
3. Kewenangan dan tanggung jawab setiap pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai pembagian tugas yang diberikan kepadanya
4. Memberi prioritas kepada kepentingan umum
5. Penggajian pegawai dan karyawan, sangat
menentukan dalam kelancaran tugas
6. Pusat kewenangan yang berdampak kepada
perumusan pertanggungjawaban dalam rangka mencapai tujuan.
7. Mekanisme kerja dalam organisasi sehingga
anggota tahu siapa yang menjadi atasan dan bertanggung jawab kepada siapa dan
sebaliknya
8. Keamanan
9. Inovasi, pengembangan inisiatif dari pekerja
agar berkembang kearah perubahan kemajuan
10. Semangat bekerja sama
Hubungan manajemen dengan sumber daya manusia,
merupakan proses usaha pencapaian tujuan melalui kerjasama dengan orang lain
untuk mencapai tujuan (Marsum dkk, 2009).
Pengorganisasian usaha sanitasi rumah sakit harus mencerminkan fungsi dinamis dengan wadah kegiatan terdiri dari unsur:
Pengorganisasian usaha sanitasi rumah sakit harus mencerminkan fungsi dinamis dengan wadah kegiatan terdiri dari unsur:
1. Pimpinan layanan sanitasi rumah sakit
2. Teknis sanitasi
3. Penunjang layanan sanitasi
Adapun tugas-tugas dalam sanitasi rumah sakit
yaitu:
1. Mengembangkan prosedur rutin termasuk manual
untuk pelaksanaannya.
2. Melatih dan mengawasi karyawan-karyawan
tertentu termasuk petugas cleaning service.
3. Membagi tugas dan tanggung jawab.
4. Melapor kepada atasan atau pimpinan rumah
sakit.
Petugas yang berwenang dalam pelaksanaan usaha
sanitasi rumah sakit merupakan kunci dalam panitia/komite keamanan dan harus
melaksanakan tugasnya dalam pengawasan infeksi. Petugas harus melakukan suatu
pengamatan (surveilence) sanitasi yang efektif dan melaporkan pelaksanaan
programnya kepada pimpinan rumah sakit. Petugas sanitasi rumah sakit menentukan
hasil layanan yang paling dominan dalam usaha pelayanan sanitasi rumah sakit.
Petugas sebagai pemberi layanan kepada penderita dapat mempengaruhi proses
pengobatan. Hubungan psikobiososial penderita dengan petugas maupun dengan
pengunjung dapat mempengaruhi hasil penyembuhan, lebih-lebih apabila interaksi
faktor biopsikososial ini berproses dalam suasana lingkungan yang bersih,
nyaman, dan asri (Hapsari, 2010).
Tenaga sanitasi rumah sakit adalah unsur (provider) utama yang bertanggung jawab terhadap layanan sanitasi rumah sakit. Upaya penyehatan lingkungan RS meliputi kegiatan-kegiatan yang kompleks sehingga memerlukan tenaga dengan kualifikasi sebagai berikut:
1. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di RS kelas A dan B (rumah sakit pemerintah) danyang setingkat adalah seorang tenaga yang memiliki kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya berijazah sarjana (S1) di bidang kesehatan lingkungan, teknik lingkungan, biologi, teknik kimia, dan teknik sipil.
Tenaga sanitasi rumah sakit adalah unsur (provider) utama yang bertanggung jawab terhadap layanan sanitasi rumah sakit. Upaya penyehatan lingkungan RS meliputi kegiatan-kegiatan yang kompleks sehingga memerlukan tenaga dengan kualifikasi sebagai berikut:
1. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di RS kelas A dan B (rumah sakit pemerintah) danyang setingkat adalah seorang tenaga yang memiliki kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya berijazah sarjana (S1) di bidang kesehatan lingkungan, teknik lingkungan, biologi, teknik kimia, dan teknik sipil.
2. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di RS
kelas C dan D (rumah sakit pemerintah) dan yang setingkat adalah tenaga yang
memiliki kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya berijazah diploma (D3)
dibidang kesehatan lingkungan.
3. Rumah sakit pemerintah maupun swasta yang
sebagian kegiatan kesehatan lingkungannya dilaksanakan oleh pihak ketiga, maka
tenaganya harus berpendidikan sanitarian dan telah mengikuti pelatihan khusus
dibidang kesehatan lingkungan rumah sakit yang diselenggarakan olehpemerintah
atau badan lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
4. Tenaga sebagaimana yang dimaksud pada butir 1
dan 2, diusahakan mengikuti pelatihan khusus di bidang kesehatan lingkungan
rumah sakityang diselenggarakan oleh pemerintah atau pihak lain terkait, sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku (Depkes RI, 2004).
Tenaga pengelola limbah padat dan cair RS
meliputi :
1. Tenaga pengelola limbah padat/sampah
a. Sampah dari tiap unit pelayanan fungsional
dalam rumah sakit dikumpulkan oleh tenaga perawat khususnya yang menyangkut
pemisahan sampah medis dan non medis, sedang ruang lain dapat dilakukan oleh
tenaga kebersihan.
b. Proses pengangkutan sampah dilakukan oleh
tenaga sanitasi dengan kualifkasi SMP ditambah latihan khusus.
c. Pengawasan pengelolaan sampah rumah sakit
dilakukan oleh tenaga sanitasi dengankualifikasi D1 ditambah latihan khusus.
2. Tenaga pengelola limbah cair
a. Tenaga pelaksana meliputi pengawas sistem
plumbing dan operator proses pengolahan
b. Kualifikasi tenaga untuk kegiatan tersebut
dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus
c. Kegiatan pengawasan dilakukan oleh tenaga
sanitasi dengan kualifikasi D3 atau D4 ditambah latihan khusus (Depkes RI,
2002)
Money (Uang)
Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat
diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya
hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan.
Oleh karena itu, uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan
karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan
berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji
tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil
yang akan dicapai dari suatu organisasi (Hapsari, 2010).
Sarana dan Prasarana (Machines)
Sarana dan prasarana adalah sarana yang minimal
dapat menunjang pelaksanaan Manajemen lingkungan sanitasi untuk kegiatan
promotif dan preventif. Pelaksanaan pelayanan sanitasi juga harus ditunjang
kelengkapan materi yang diperlukan berupa proses administrasi, pencatatan dan
pelaporan, dan pedoman buku petunjuk teknis sanitasi (Depkes RI, 2009).
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat
dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
(Depkes RI, 2009).
Methods (Metode)
Dalam pelaksanaan kerja diperlukan metode-metode
kerja. Suatu tata cara kerja yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan.
Sebuah metode dapat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu
tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran,
fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan
usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya
tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan
memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya
sendiri (Marsum dkk, 2007).
Upaya pengelolaan limbah RS dapat dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan, pedoman, dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan RS. Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegitan pelayanan RS (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu :
Upaya pengelolaan limbah RS dapat dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan, pedoman, dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan RS. Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegitan pelayanan RS (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu :
1. Pemrakarsa atau penanggung jawab RS
2. Pengguna jasa pelayanan RS
3. Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat
memberikan saran-saran
4. Para pengusaha dan swasta yang dapat
menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan (Adisasmito, 2007).
Market (Pasar)
Memasarkan produk sudah barang tentu sangat
penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi
barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab
itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor
menentukan dalam perusahaan. Supaya pasar dapat dikuasai maka kualitas dan
harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan)
konsumen (Hapsari, 2010).
Manfaat Manajemen RS
Beberapa manfaat yang diperoleh bila kita
menerapkan sistem manajemen lingkungan rumah sakit adalah sebagai berikut :
1. Perlindungan terhadap lingkungan
Dampak positif yang paling bermanfaat untuk lingkungan
dengan diterapkannya system manajemen rumah sakit adalah pengurangan limbah
berbahaya dan beracun (B3) termasuk di dalamnya limbah Infeksius. Selain itu
minimisasi limbah sebagai bagian kunci dari penerapan sistem manajemen
lingkungan rumah sakit melalui pendekatan 3R (Reuse, Recycle, dan Recovery)
dapat mengurangi pemakaian bahan baku sehingga jumlah limbah yang dihasilkan
relatif lebih sedikit yang berarti juga biaya pengolahannya relatif lebih
murah.
2. Manajemen lingkungan
Sistem manajemen lingkungan akan membantu rumah
sakit membuat kerangka manajemen lingkungan yang lebih konsisten dan dapat
diandalkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Spesifikasi
manajemen lingkungan akan memberikan garis-garis besar pengelolaan lingkungan yang
didesain untuk semua aspek yaitu, operasional, produk, dan jasa di rumah sakit
secara terpadu dan saling terkait satu sama lain.
3. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Penerapan sistem manajemen lingkungan rumah sakit
dapat membawa perubahan kondisi kerja di rumah sakit. Hal ini merupakan harapan
yang cukup realistis karena sistem manajemen lingkungan rumah sakit menekankan
peningkatan kepedulian, pendidikan, pelatihan, dan kesadaran dari semua
karyawan sehingga mereka mengerti dan tanggap terhadap konsekuensi
pekerjaannya. Keterlibatan karyawan dalam proses manajemen lingkungan juga akan
meningkatkan budaya sadar dan kepedulian untuk bersama-sama memelihara dan
meningkatkan kualitas lingkungan di sekitarnya.
4. Kontinuitas peningkatan performa lingkungan
rumah sakit
Sistem manajemen lingkungan rumah sakit tidak
didesain untuk menilai tingkat lingkungan misalnya tingkat teknologi
pengelolaan lingkungan atau limbah. Namun dengan melakukan sistem manajemen
lingkungan rumah sakit, manajemen lingkungan rumah sakit dapat menjamin dan
mengembangkan kemampuannya untuk memenuhi kewajibannya dalam pengelolaan
lingkungan. Dengan demikian kinerja pengelolaan lingkungan berjalan seperti
spiral yang terus berputar kearah dan mengarah ke kondisi yang lebih baik.
5. Peraturan perundang-undangan
Dengan menerapkan sistem manajemen lingkungan
maka ada peluang bagi rumah sakit untuk membuktikan kepatuhannya terhadap
peraturan perundangundangan atau menunjukan kepedulian terhadap pengelolaan
lingkungan yang lebih baik. Sebagian rumah sakit yang telah berdiri selama
beberapa tahun kemungkinan telah dapat menyesuaikan diri dengan
peraturan-peraturan yang telah di tetapkan. Apabila tidak saat ini rumah sakit
tersebut pasti terkena tuntutan hukum dan publisitas negatif. Pemberian denda juga
dapat menyebabkan bangkrutnya rumah sakit.
6. Bagian dari manajemen mutu terpadu
Manajemen mutu terpadu atau yang lebih dikenal
sebagai total quality management (TQM) merupakan strategi utama rumah sakit
dalam mencapai tujuannya, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
evaluasi dan pendokumentasian. Sistem manajemen rumah sakit dalam hal ini juga
mengandung berbagai tehnik manajemen yang menggunakan pendekatan TQM sehingga
implementasi sistem manajemen lingkungan rumah sakit secara langsung mendukung
pelaksanaan manajemen mutu terpadu.
7. Pengurangan dan penghematan biaya
Sistem manajemen lingkungan rumah sakit
menawarkan keuntungan financial baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Efisiensi pemakaian berbagai sumber daya dan minimisasi limbah yang dihasilkan
berarti mengurangi biaya untuk pengadaaan sumber daya dan biaya untuk
pengolahan limbah. Penggunaan kembali dan pendaurulangan limbah dapat menjadi
tambahan pemasukan financial rumah sakit. Setelah sejumlah biaya dikeluarkan
untuk membuat dan menerapkan program-program lingkungan yang belum ada dalam
rangka memperoleh sertifikasi secara tidak langsung akan menjadi suatu
penghematan biaya dalam jangka panjang terutama dalam hal pembersihan dan
pengawasan lingkungan.
8. Meningkatkan citra rumah sakit.
Rumah Sakit yang memiliki sertifikasi ISO 14001
telah menunjukkan bahwa rumah sakit tersebut benar-benar peduli kepada
lingkungan. Dengan telah memenuhi standar dalam ISO 14001 pasien akan merasa
bahwa lingkungan rumah sakit tersebut telah terlindungi. Hal ini erat kaitannya
dengan usaha rumah sakit meningkatkan hubungan baik dengan masyarakat melalui
kepercayaan dan kepuasan pasien (Adisasmito, 2007).
Limbah Rumah Sakit
Limbah RS adalah semua limbah yang dihasilkan
dari kegiatan RS dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat
mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan
sebagian bersifat radioaktif (Depkes, 2006). Limbah RS yaitu buangan dari
kegiatan pelayanan yang tidak dipakai ataupun tidak berguna termasuk dari
limbah pertamanan. Limbah rumah sakit cenderung bersifat infeksius dan kimia
beracun yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia, memperburuk kelestarian
lingkungan hidup apabila tidak dikelola dengan baik. Limbah rumah sakit adalah
semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat dan
cair (KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004).
Untuk mengoptimalkan penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari pencemaran limbah yang dihasilkannya maka Rumah Sakit harus mempunyai fasilitas sendiri yang ditetapkan KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu :
Untuk mengoptimalkan penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari pencemaran limbah yang dihasilkannya maka Rumah Sakit harus mempunyai fasilitas sendiri yang ditetapkan KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu :
1. Fasilitas Pengelolaan Limbah padat.
Setiap Rumah sakit harus melakukan reduksi limbah
dimulai dari sumber dan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia
yang berbahaya, beracun dan setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan
limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui
sertifikasi dari pihak yang berwenang.
2. Fasilitas Pembangunan Limbah Cair
Limbah cair harus dikumpulkan dalam container
yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan
prosedur penanganan dan penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki instalasi
pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan
bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis.
Limbah padat rumah sakit yang lebih dikenal
dengan pengertian sampah rumah sakit. Limbah padat (sampah) adalah sesuatu yang
tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya
berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia, dan umumnya bersifat padat
(Azwar, 1990)
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah
rumah sakit yang berbentuk padat akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari
limbah medis padat dan non medis (Keputusan MenKes R.I.
No.1204/MENKES/SK/X/2004). Limbah padat RS adalah semua limbah RS yang
berbentuk padat sebagai akibat kegiatan RS yang terdiri dari limbah medis dan
non medis, yaitu :
1. Limbah non medis adalah limbah padat yang
dihasilkan dari kegiatan di RS di luar medis yang berasal dari dapur,
perkantoran, taman dari halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada
teknologi.
2. Limbah medis padat adalah limbah padat yang
terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah
farmasi, limbah sitotoksis, limbah container bertekanan, dan limbah dengan
kandungan logam berat yang tinggi.
3. Limbah infeksius adalah limbah yang
terkontaminasi organisme pathogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan
organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan
penyakit pada manusia yang rentan.
4. Limbah sangat infeksius adalah limbah yang
berasal dari pembiakan dan stock (sediaan) bahan sangat infeksius, otopsi,
organ binatang percobaan, dan bahan lain yang diinokulasi, terinfeksi atau
kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
Limbah cair RS adalah semua air buangan termasuk
tinja yang berasal dari kegiatan RS, yang kemungkinan mengandung mikroorganisme
bahan beracun, dan radio aktif serta darah yang berbahaya bagi kesehatan
(Depkes RI, 2006). Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang
berasal dari hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit, yang meliputi : limbah
cair domestik, yakni buangan kamar dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif (Said, 1999). Menurut Azwar
(1990), air limbah atau air bekas adalah air yang tidak bersih dan mengandung
berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan, yang
lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk industri. Menurut
Keputusan MenKes R.I.No.1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit, pengertian limbah cair adalah semua buangan termasuk
tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi
kesehatan.
Sumber Limbah Rumah Sakit
Dalam melakukan fungsinya rumah sakit menimbulkan
berbagai buangan dan sebagian dari limbah tersebut merupakan limbah yang
berbahaya. Sumber air limbah rumah sakit dibagi atas tiga jenis yaitu :
1. Air limbah infeksius : air limbah yang
berhubungan dengan tindakan medis seperti pemeriksaan mikrobiologis dari
poliklinik, perawatan, penyakit menular dan lain – lain.
2. Air limbah domestik : air limbah yang tidak
ada berhubungan tindakan medis yaitu berupa air limbah kamar mandi, toilet,
dapur dan lain – lain.
3. Air limbah kimia : air limbah yang dihasilkan
dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, laboratorium, sterilisasi,
riset dan lain – lain (Chandra, 2007).
Sampah Rumah Sakit dapat digolongkan antara lain menurut jenis unit penghasil dan untuk kegunaan desain pembuangannya. Namun dalam garis besarnya dibedakan menjadi sampah medis dan non medis.
Sampah Rumah Sakit dapat digolongkan antara lain menurut jenis unit penghasil dan untuk kegunaan desain pembuangannya. Namun dalam garis besarnya dibedakan menjadi sampah medis dan non medis.
A. Sampah Medis
Sampah medis adalah limbah yang langsung
dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk
dalam kegiatan tersebut juga kegiatan medis di ruang polikllinik, perawatan,
bedah, kebidanan, otopsi, dan ruang laboratorium. Limbah padat medis sering
juga disebut sampah biologis.
Sampah biologis terdiri dari :
1. Sampah medis yang dihasilkan dari ruang
poliklinik, ruang peralatan, ruang bedah, atau botolbekas obat injeksi,
kateter, plester, masker, dan sebagainya.
2. Sampah patologis yang dihasilkan dari ruang
poliklinik, bedah, kebidanan, atau ruang otopsi, misalnya, plasenta, jaringan
organ, anggota badan, dan sebagainya.
3. Sampah laboratorium yang dihasilkan dari
pemeriksaan laboratorium diagnostik atau penelitian, misalnya, sediaan atau
media sampel dan bangkai binatang percobaan.
B. Sampah Nonmedis
Sampah padat non medis adalah semua sampah padat
diluar sampah padat medis yang dihasilkan dari berbagai kegiatan, seperti
berikut :
2. Kantor/administrasi
3. Unit perlengkapan
4. Ruang tunggu
5. Ruang inap
6. Unit gizi atau dapur
7. Halaman parkir dan taman
8. Unit pelayanan
Selain dibedakan menurut jenis unit penghasil,
sampah RS dapat dibedakan berdasarkan karakteristik sampah yaitu :
1. Sampah infeksius : yang berhubungan atau
berkaitan dengan pasien yang diisolasi, pemeriksaan mikrobiologi, poliklinik,
perawatan, penyakit menular dan lain – lain.
2. Sampah sitotoksik : bahan yang terkontaminasi
dengan radioisotope seperti penggunaan alat medis, riset dan lain – lain.
3. Sampah domestik : buangan yang tidak
berhubungan dengan tindakan pelayanan terhadap pasien (Depkes RI, 2006).
Kualitas limbah padat
Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah
dimulai dari sumber, mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang
berbahaya dan beracun, pengelolaan stok kimia dan farmasi, dan peralatan
dimulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan.
Pemilahan harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan limbah. Limbah padat yang akan/dapat dimanfaatkan lagi harus melalui proses sterilisasi. Pengolahan dan pemusnahan limbah medis tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat pembuangan akhir sebelum di anggap aman bagi kesehatan (Depkes RI, 2004).
Pemilahan harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan limbah. Limbah padat yang akan/dapat dimanfaatkan lagi harus melalui proses sterilisasi. Pengolahan dan pemusnahan limbah medis tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat pembuangan akhir sebelum di anggap aman bagi kesehatan (Depkes RI, 2004).
Kualitas Limbah Cair
Menurut pendapat Okun dan Ponghis yang dikutip
Soeparman dan Soeparmin (2002) berbagai kualitas limbah cair yang penting untuk
diketahui adalah bahan padat terlarut (dissolved solid), kebutuhan oksigen
biokimia (biochemical oxygen demand). Kebutuhan oksigen kimiawi (chemical
Oxygen Demand ) dan pH (power Hidrogen).
a. Bahan Padat terlarut
Bahan padat terlarut penting diketahui terutama
apabila limbah cair akan dipergunakan setelah pengolahan.
b. Kebutuhan Oksigen biokimia
Merupakan ukuran kandungan bahan organik dalam
limbah cair dan ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen yang diserap oleh
akibat adanya mikroorganisme selama satu periode waktu tertentu. Juga merupakan
petunjuk dari pengaruh yang diperkirakan terjadi pada badan air penerima
berkaitan dengan pengurangan kandungan oksigennya.
c. Kebutuhan oksigen kimiawi
Merupakan ukuran persyaratan kebutuhan oksigen
limbah cair yang berada dalam kondisi tertentu, yang ditentukan dengan
menggunakan suatu oksidan kimiawi.
d. pH
pH merupakan ukuran keasaman (acidity) atau
kebasaan (alkalinity) limbah cair. pH menunjukkan perlu atau tidaknya
pengolahan pendahuluan untuk mencegah terjadinya gangguan pada proses
pengolahan limbah cair.
Dampak Limbah Terhadap Kesehatan dan
Lingkungan
RS selain untuk mencari kesembuhan, juga
merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun
dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan
berkembang di lingkungan RS, seperti udara, air, lantai, makanan dan
benda-benda peralatan medis maupun non medis. Dari lingkungan, kuman dapat
sampai ke tenaga kerja, penderita baru. Ini disebut infeksi nosokomial (Anies,
2006).
Limbah rumah sakit yang terdiri dari limbah cair dan limbah padat memiliki potensi yang mengakibatkan keterpajanan yang dapat mengakibatkan penyakit atau cedera. Sifat bahaya dari limbah rumah sakit tersebut mungkin muncul akibat satu atau beberapa karakteristik berikut :
- Limbah mengandung agent infeksius
Limbah rumah sakit yang terdiri dari limbah cair dan limbah padat memiliki potensi yang mengakibatkan keterpajanan yang dapat mengakibatkan penyakit atau cedera. Sifat bahaya dari limbah rumah sakit tersebut mungkin muncul akibat satu atau beberapa karakteristik berikut :
- Limbah mengandung agent infeksius
- Limbah bersifat genoktosik
- Limbah mengandung zat kimia atau obat – obatan
berbahaya atau baracun
- Limbah bersifat radioaktif
- Limbah mengandung benda tajam
Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari
fasilitas kesehatan kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko, termasuk
yang berada dalam fasilitas penghasil limbah berbahaya, dan mereka yang berada
diluar fasilitas serta memiliki pekerjaan mengelola limbah semacam itu, atau
yang beresiko akibat kecerobohan dalam sistem manajemen limbahnya. Kelompok
utama yang beresiko antara lain :
- Dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan dan
tenaga pemeliharaan rumah sakit
- Pasien yang menjalani perawatan di instansi
layanan kesehatan atau dirumah
- Penjenguk pasien rawat inap
- Tenaga bagian layanan pendukung yang bekerja
sama dengan instansi layanan kesehatan masyarakat, misalnya, bagian binatu,
pengelolaan limbah dan bagian transportasi.
- Pegawai pada fasilitas pembuangan limbah
(misalnya, ditempat penampungan sampah akhir atau incinerator, termasuk
pemulung (Pruss. A, 2005).
Bahaya Akibat Limbah Infeksius Dan Benda Tajam
Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam
mikroorganisme pathogen. Pathogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui
beberapa jalur :
- Akibat tusukan, lecet, atau luka dikulit
- Melalui membrane mukosa
- Melalui pernafasan
- Melalui ingesti
Contoh infeksi akibat terpajan limbah infeksius
adalah infeksi gastroenteritis dimana media penularnya adalah tinja dan
muntahan, infeksi saluran pernafasan melalui secret yang terhirup atau air liur
dan lain – lain. Benda tajam tidak hanya dapat menyebabkan luka gores maupun
luka tertusuk tetapi juga dapat menginfeksi luka jika benda itu terkontaminasi
pathogen. Karena resiko ganda inilah (cedera dan penularan penyakit), benda
tajam termasuk dalam kelompok limbah yang sangat berbahaya. Kekhawatiran pokok
yang muncul adalah bahwa infeksi yang ditularkan melalui subkutan dapat
menyebabkan masuknya agens penyebab panyakit, misalnya infeksi virus pada darah
(Pruss. A, 2005).
Bahaya Limbah Kimia dan Farmasi
Kandungan zat limbah dapat mengakibatkan
intosikasi atau keracunan sebagai akibat pajanan secara akut maupun kronis dan
cedera termasuk luka bakar. Intosikasi dapat terjadi akibat diabsorbsinya zat
kimia atau bahan farmasi melalui kulit atau membaran mukosa, atau melalui
pernafasan atau pencernaan. Zat kimia yang mudah terbakar, korosif atau reaktif
(misalnya formaldehide atau volatile/mudah menguap) jika mengenai kulit, mata,
atau membrane mukosa saluran pernafasan dapat menyebabkan cedera. Cedera yang
umum terjadi adalah luka bakar (Pruss.A, 2005).
Bahaya Limbah Radioaktif
Jenis penyakit yang disebabkan oleh limbah
radioaktif bergantung pada jenis dan intensitas pajanan. Kesakitan yang muncul
dapat berupa sakit kepala, pusing, dan muntah sampai masalah lain yang lebih
serius. Karena limbah radioaktif bersifat genotoksik, maka efeknya juga dapat
mengenai materi genetik. Bahaya yang mungkin timbul dengan aktifitas rendah
mungkin terjadi karena kontaminasi permukaan luar container atau karena cara
serta durasi penyimpanan limbah tidak layak. Tenaga layanan kesehatan atau
tenaga kebersihan dan penanganan limbah yang terpajan radioaktif merupakan
kelompok resiko (Pruss.A, 2005).
Teknologi pengolahan Limbah Padat Rumah Sakit
Konsep pengelolaan lingkungan yang memandang
pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen
didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environment
Management System), melalui pendekatan ini, pengelolaan lingkungan tidak hanya
meliputi bagaimana cara mengolah limbah sebagai by product (output), tetapi
juga mengembangkan strategi-strategi manajemen dengan pendekatan sistematis
untuk meminimasi limbah dari sumbernya dan meningkatkan efisiensi pemakaian
sumber daya sehingga mampu mencegah pencemaran dan meningkatkan performa
lingkungan. Hal ini berarti menghemat biaya untuk remediasi pencemaran
lingkungan ( Adisasmito, 2007).
Ada beberapa konsep tentang pengelolaan lingkungan sebagai berikut :
Ada beberapa konsep tentang pengelolaan lingkungan sebagai berikut :
1. Reduksi limbah pada sumbernya (source
reduction)
2. Minimisasi limbah
3. Produksi bersih dan teknologi bersih
4. Pengelolaan kualitas lingkungan menyeluruh
(total quality environmental management/TQEM)
5. Continous quality improvement (CQI)
Penanganan dan penampungan limbah meliputi
hal-hal sebagai berikut :
1. Pemisahan dan pengurangan
Limbah dipilah-pilah dengan mempertimbangkan
hal-hal yaitu kelancaran penanganan dan penampungan, pengurangan jumlah limbah
yang memerlukan perlakuan khusus, dengan pemisahan limbah B3 dan non B3,
diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia non B3, pengemasan dan
pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk mengurangi biaya,
tenaga kerja, dan pembuangan, pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada
tempat penghasil limbah akan mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dan
penanganan.
2. Penampungan
Sarana penampungan harus memadai, diletakkan pada
tempat yang pas, aman, dan higienis. Pemadatan merupakan cara yang paling
efisien dalam penyimpanan limbah yang bisa dibuang dan ditimbun. Namun tidak
boleh dilakukan untuk limbah infeksius dan benda tajam.
3. Pemisahan limbah
Untuk memudahkan pengenalan jenis limbah adalah
dengan cara menggunakan kantong berkode (umumnya dengan kode berwarna). Kode
berwarna yaitu kantong warna hitam untuk limbah domestik atau limbah rumah
tangga biasa, kantong kuning untuk semua jenis limbah yang akan dibakar (limbah
infeksius), kuning dengan strip hitam untuk jenis limbah yang sebaiknya dibakar
tetapi bisa juga dibuang ke sanitary landfill bila dilakukan pengumpulan
terpisah dan pengaturan pembuangan, biru muda atau transparan dengan strip biru
tua untuk limbah autoclaving (pengolahan sejenis) sebelum pembuangan akhir.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam
pengolahan limbah klinis adalah sebagai berikut :
1. Penghasil limbah klinis dan yang sejenis harus
menjamin keamanan dalam memilah-milah jenis sampah, pengemasan, pemberian
label, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan
2. Penghasil limbah klinis hendaknya
mengembangkan dan secara periodik meninjau kembali strategi pengolahan limbah
secara menyeluruh
3. Menekan produksi sampah hendaknya menjadi
bagian integral dari strategi pengelolaan
4. Pemisahan sampah sesuai sifat dan jenisnya
adalah langkah awal prosedur pembuangan yang benar
5. Limbah radioaktif harus diamanakan dan dibuang
sesuai dengan peraturan yang berlaku oleh instansi berwenang
6. Incinerator adalah metode pembuangan yang
hanya disarankan untuk limbah tajam, infeksius, dan jaringan tubuh
7. Incinerator dengan suhu tinggi disarankan
untuk memusnahakan limbah citotoksis (110°C)
8. Incinerator harus digunakan dan dipelihara
sesuai dengan spesifikasi desain. Mutu emisi udara harus dipantau dalam rangka
menghindari pencemaran udara.
9. Sanittary landfill mungkin diperlukan dalam
keadaan tertentu bila sarana incinerator tidak mencukupi
Penanganan Limbah di Sumber Limbah Menurut Wiku
Adisasmito (2007), rumah sakit mempunyai berbagai cara dalam mengolah limbah,
namun hal ini membawa konsekuensi besarnya biaya pengadaan dan operasional yang
harus dikeluarkan. Adapun saran pengolahan limbah padat tersebut adalah melalui
pewadahan dan pemilahan pada sumber, pengumpulan, pemindahan pada trolli bak
pengangkut sampah, pengangkutan, pemilahan, pemotongan, pengolahan, dan
pembuangan akhir. Salah satu langkah pokok pengolahan limbah adalah menentukan
jumlah limbah yang dihasilkan. Jumlah ini memnentukan jumlah dan volume sarana
penampung lokal yang harus disediakan, pemilihan incinerator dan kapasitasnya.
1. Jumlah menurut berat
Jumlah produksi sampah domestik diperkirakan 2 Kg
per orang per hari. Untuk mendapatkan angka yang lebih tepat sebaiknya
dilakukan survei sampah di rumah sakit yang bersangkutan. Jumlah sampah dengan
500 tempat tidur adalah 3,25 Kg per pasien per hari (Depkes RI, 2002).
2. Jumlah disposibel
Meningkatkan jumlah sampah berkaitan erat dengan
meningkatkan penggunaan barang disposibel. Daftar barang disposibel merupakan
indicator jumlah dan kualitas sampah rumah sakit yang diproduksi. Berat,
ukuran, dan sifat kimiawi barang-barang disposibel mungkin perlu dipelajari
sehingga dapat diperoleh informasi yang bermanfaat dalam pengelolaan sampah
(Depkes RI, 2002).
3. Jumlah menurut volume
Volume juga harus diketahui untuk menentukan
ukuran bak dan sarana pengangkutan. Konversi dari berat ke volume dapat
dilakukan dengan membagi berat total dengan kepadatan (Depkes RI, 2002).
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya
mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau
kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan
pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif
yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang
meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan
limbah.
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah. Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah:
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah. Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah:
1. Penanganan yang baik, usaha ini dilakukan oleh
rumah sakit dalam menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya
ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi
dengan sebaik mungkin.
2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan
berbagai jenis aliran limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau
keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya
pengolahan limbah.
3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni
pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah
dijadwalkan.
4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah
suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses
kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan
lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang
baik: sesuai dengan petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan
efisiensi.
6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan
teknologi proses kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3
dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan
rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya (Adisasmito, 2007).
Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di seluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan di tempat sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut:
Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di seluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan di tempat sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah
dengan dua warna, satu untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik.
2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap
sebagai limbah klinik. Limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis,
dianggap sebagai limbah klinik.
3. Semua limbah yang keluar dari unit patologi
harus dianggap sebagai limbah klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam
merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut :
1. Pemisahan limbah
a. Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
b. Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi
label jelas
c. Perlu digunakan kantung plastik dengan
warna-warna yang berbeda, yang menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk
insinerasi atau dibuang.
2. Penyimpanan limbah
a. Kantung-kantung dengan warna harus dibuang
jika telah berisi 2/3 bagian. Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label
yang jelas
b. Kantung harus diangkut dengan memegang
lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di
tempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan
c. Petugas pengumpul limbah harus memastikan
kantung-kantung dengan warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirim ke
tempat yang sesuai
d. Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang
kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya
3. Penanganan limbah
a. Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh
diangkut bila telah ditutup
b. Kantung dipegang pada lehernya
c. Petugas harus mengenakan pakaian pelindung,
misalnya dengan memakai sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal),
pada waktu mengangkut kantong tersebut
d. Jika terjadi kontaminasi diluar kantung
diperlukan kantung baru yang bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor
tersebut seisinya (double bagging)
e. Petugas diharuskan melapor jika menemukan
benda-benda tajam yang dapat mencederainya di dalma kantung yang salah
f. Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan
tangannya kedalam kantung limbah
Pengangkutan limbah Padat
Kantung limbah dikumpulkan dan sekaligus
dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke
kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke insinerator. Pengankutan dengan
kendaran khusus (mungkin ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan
yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan
dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah)
dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin. Kereta atau troli yang digunakan
untuk transportasi sampah medis harus didesain sedemikian sehingga:
1) Permukaan harus licin, rata dan tidak mudah
tembus
2) Tidak menjadi sarang serangga
3) Mudah dibersihkan dan dikeringkan
4) Sampah tidak menempel pada alat angkut
5) Sampah mudah diisikan, diikat dan dituang
kembali
Dalam beberapa hal dimana tidak tersedia sarana
setempat, sampah medis harus diangkut ketempat lain:
1) Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut, dan harus dilakukan upaya untuk mencegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.
2) Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau tumpah.
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan internal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke insinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong , dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor (Hapsari, 2010).
Sampah medis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke insinerator, atau pengangkutan oleh Dinas Kesehatan hendaknya :
1) Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut, dan harus dilakukan upaya untuk mencegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.
2) Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau tumpah.
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan internal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke insinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong , dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor (Hapsari, 2010).
Sampah medis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke insinerator, atau pengangkutan oleh Dinas Kesehatan hendaknya :
1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
2) Ditempatkan dilokasi yang strategis, merata
dengan ukuran disesuaikan dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong
berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah.
3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci.
3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci.
4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggung
jawab, dari binatang dan bebas dari infestasi serangga dan tikus.
5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpulan sampah
(Depkes RI, 2002).
Petugas penanganan limbah harus menggunakan alat
pelindung diri (APD) yang terdiri dari topi/helm, masker, pelindung mata,
pakaian panjang, apron, pelindung kaki/ sepatu boot, dan sarung tangan khusus
(Depkes RI, 2004).
Pembuangan dan Pemusnahan Limbah
Setelah dimanfatkan dengan kompaktor, limbah
bukan klinik dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah
klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan
kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga
tidak sampai membusuk. Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator
sendiri, insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu
1300 - 1500ºC atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60%
panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit
dapat pula memperoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah
rumah sakit yang berasal dari rumah sakit lain. Insinerator modern yang baik
tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung
limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang
tidak terpakai (Arifin, 2007). Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah
klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran
(liming) tersebut meliputi yang berikut:
a. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
a. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
b. Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai
setinggi 75 cm.
Tambahkan lapisan kapur. Lapisan limbah yang
ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter
dibawah permukaan tanah.
c. Akhirnya lubang tersebut harus ditututup
dengan tanah.
Keseragaman standar kantong dan kontainer limbah
mempunyai keuntungan sebagai berikut:
1) Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar instansi/unit.
1) Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar instansi/unit.
2) Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada
pekerjaan di lingkungan rumah sakit maupun pada penanganan limbah diluar rumah
sakit.
3) Pengurangan biaya produksi kantong dan
container (Hapsari, 2010).
Pelaksanaan pengelolaan limbah medis untuk masing-masing
golongan adalah sebagai berikut :
a. Golongan A
a. Golongan A
1) Dressing bedah yang kotor, swab, dan limbah
lain yang terkontaminasi deri ruang pengobatan hendaknya di tampung pada bak
penampungan limbah medis/medis yang mudah dijangkau atau bak sampah yang dilengkapi
dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong pelapis tersebut hendaknya
diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila tiga perempat penuh. Kemudian
diikat dengan kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak sampah
medis. Bak ini juga hendaknya jadwal pengumpulan sampah. Isi kantong jangan
sampai longgar pada saat pengangkutan dari bak ke bak, sampah hendaknya dibuang
sebagai berikut:
(a) Sampah dari unit haemodialisis: sampah
hendakmya dimusnahkan dengan insinerator. Bisa juga dengan autoclaving tetapi
kantong harus dibuka dan dibuat sedemikian sehingga uap panas bisa menembus
secara efektif.
(b) Limbah dari unit lain: limbah hendaknya
dimusnahkan dengan insinerator. Bila tidak memungkinkan bisa dengan menggunakan
cara lain, misalnya dengan membuat sumuran dalam yang aman.
2) Prosedur yang digunakan untuk penyakit infeksi
harus disetujui oleh pimpinan yang bertanggung jawab. Kepala Instalasi Sanitasi
dan Dinas Kesehatan c/q. Sub Dinas PKL setempat.
3) Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain
hendaknya ditampung pada bak limbah medis atau kantong lain yang tepat dan
kemudian dimusnahkan dengan insinerator. Kecuali bila terpaksa, jaringan tubuh
tidak boleh dicampur dengan sampah lain pada saat pengumpulan.
4) Perkakas laboratorium yang terinfeksi
hendaknya dimusnahkan dengan insinerator. Insinerator harus dioperasikan
dibawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium.
b. Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang
dengan keadaan tertutup. Sampah jenis ini hendaknya ditampung dalam bak tahan
benda tajam yang bila telah penuh diikat dan ditampung dalam bak sampah medis
sebelum diangkut dan dimusnahkan dengan insinerator.
c. Golongan C
Pembuangan sampah medis yang berasal dari
Laboratorium patologi kimia, haemotologi, dan transfusi darah, mikrobiologi,
histologi dan post-mortum serta unit sejenis (misalnya tempat binatang
percobaan disimpan), dibuat dalam kode pencegahan infeksi dalam laboratorium
medis dan ruang post-mortum dan publikasi lain.
d. Golongan D
Barang dari produk medis yang baru sebagian
digunakan hendaknya dikembalikan kepada petugas yang bertanggung jawab dibagian
farmasi.
e. Golongan E
Kecuali yang berasal dari ruang dengan risiko
tinggi, isi dari sampah dari golongan ini bisa dibuang melalui saluran air, WC
atau unit pembuangan untuk itu. Sampah yang tidak dapat dibuang melalui saluran
air hendaknya disimpan dalam bak sampah medis dan dimusnahkan dengan
incinerator (Adisasmito, 2007). Kebijakan pembuangan sampah lokal hendaknya tercantum
berbagai prosedur yang digunakan bila terjadi tumpahan sampah medis. Peringatan
hendaknya disertakan terutama pada sampah yang dapat membahayakan petugas atau
orang-orang yang berkaitan dengan pengankutan/pembuangan sampah atau
pembersihan sampah atau kepada masyarakat umum. Prosedur tersebut hendaknya
dikonsultasikan dengan unit-unit yang berkaitan seperti unit pemadam kebakaran,
kesehatan, polisi, otorita air dan sampah serta Dinas Kesehatan.
Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah:
Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah:
a. Incinerasi.
b. Sterilisasi dengan uap panas/autoclaving (pada
kondisi uap jenuh bersuhu 121 ºC.
c. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan
berupa ethylene oxide atau formaldehyde).
d. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan
cairan kimia sebagai desinfektan).
e. Inaktivasi suhu tinggi.
f. Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi
radiasi seperti Co60).
g. Microwave treatment.
h. Grinding and shredding (proses homogenisasi
bentuk atau ukuran sampah).
i. Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk
mengurangi volume yang terbentuk (Depkes RI, 2006).
Teknologi Pengolahan Limbah Cair
Pengolahan limbah dengan memanfaatkan teknologi
pengolahan dapat dilakukan dengan cara fisika, kimia dan biologis atau gabungan
ketiga sistem pengolahan tersebut. Pengolahan limbah cara biologis digolongkan
menjadi pengolahan cara aerob dan pengolahan limbah cara anaerob (Ginting,
2007). Dalam melakukan fungsinya rumah sakit menimbulkan berbagai buangan dan
sebagian dari limbah tersebut merupakan limbah yang berbahaya. Sumber air
limbah rumah sakit dibagi atas tiga jenis yaitu :
1. Air Limbah Infeksius
Air limbah yang berhubungan dengan tindakan medis
seperti pemeriksaan mikrobiologis dari poliklinik, perawatan penyakit menular,
dll.
2. Air Limbah Domestik
Air limbah yang tidak berhubungan dengan tindakan
medis yaitu berupa air limbah kamar mandi, dapur, dll.
3. Air Limbah Kimia
Air limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan
kimia dalam tindakan medis, Laboratorium, sterilisasi, riset, dll (Ginting,
2008) Menurut Adisasmito (2007) dalam buku Sistem Manajemen Lingkungan Rumah
Sakit, Limbah cair rumah sakit terdiri dari limbah cair infeksius dan non
infeksius berasal dari kegiatan
1. Pelayanan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) pasien
berupa limbah cair dalam kamar mandi dan pencucian peralatan yang digunakan.
2. Laboratorium klinis, berupa air limbah dari
pencucian peralatan laboratorium dan sejenisnya.
3. Pengobatan/ perawatan klinis, terutama berasal
dari kegiatan pencucian ginjal dan pencucian peralatan.
4. Ruang operasi.
5. Laundry dan pembersihan ruang infeksi.
6. Emergency (Rawat Darurat).
7. Radiologi.
Sifat Limbah yang dibuang ke saluran Menurut
Dirjen PPM & PL serta Pelayanan Medik Depkes RI (2002) dalam Buku Pedoman
Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, sifat ukuran, fungsi dan kegiatan rumah
sakit mempengaruhi kondisi air limbah yang dihasilkan. Secara umum air limbah
mengandung buangan pasien, bahan otopsi jaringan hewan yang digunakan di
laboratorium, sisa makanan dari dapur, limbah laundry, limbah laboratorium
berbagai macam bahan kimia baik toksik maupun non toksik, dan lain-lain.
Apabila limbah laboratorium cukup besar (lebih dari 1 pin atau 0,568 liter)
disarankan untuk disediakan kontainer khusus atau dilakukan pengolahan khusus.
Pengolahan air limbah dapat menggunakan teknologi
pengolahan secara biologis atau gabungan antara proses biologis dengan proses
kimia-fisika. Proses secara biologi dapat dilakukan secara aerobik (dengan
udara) dan anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi aerobik dan anaerobik. Proses
biologis biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan BOD yang tidak
terlalu besar.
1. Pengolahan Biologi Aerobik
1. Pengolahan Biologi Aerobik
Pengolahan limbah secara biologis aerobik dapat
dibagi menjadi tiga yaitu :
a) Proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture)
a) Proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture)
Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah
sistem pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk
menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikro-organime yang
digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh
proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses lumpur aktif
standar/konvesional (standard activated sludge), step aeration, contact
stabilization, extended aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit)
dan lainya (Adisasmito, 2007).
b) Proses biologis dengan biakan melekat
(attached culture)
Proses biologis dengan biakan melekat yakni
proses pengolahan limbah dimana mikro-organisme yang digunakan dibiakkan pada
suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media.
Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain :
trickling filter atau biofilter, rotating biological contractor (RBC), contac
aeration/oxidation (aerasi kontak) (Adisasmito, 2007).
c) Proses biologis dengan sistem kolam atau
lagoon
Proses pengolahan air limbah secara biologis
dengan lagoon atau kolam adalah dengan menampung air limbah pada suatu kolam
yang luas dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas
mikro-organisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air
akan terurai. Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau
memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukam proses aerasi. Salah satu
contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau
kolam stabilisasi (stabilization pond). Proses dengan sistem lagoon tersebut
kadang-kadang dikategorikan sebagai proses biologis dengan biakan tersuspensi
(Adisasmito, 2007).
2. Pengolahan Biologi Anaerobik
Beberapa teknologi pengolahan limbah cair yang
sering digunakan di rumah sakit yaitu proses lumpur aktif (active sludge
proces), reaktor putar biologis (rotating biological contactor/RBC), proses
aerasi kontak, proses pengolahan dengan biofilter “up flow”, dan pengolahan dengan
sistem “biofilter anaerob-aerob”. Untuk memilih jenis teknologi atau proses
yang akan digunakan untuk pengolahan air limbah, beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain : karakteristik air limbah, jumlah limbah serta
standar kualitas air olahan yang diharapkan (Adisasmito, 2007).
Pengolahan sekunder dengan Lumpur Aktif
(Actived Sludge)
Teknologi pengolahan limbah dengan Activated
Sludge (Lumpur Aktif) ini sangat cocok untuk rumah sakit dengan kapasitas yang
besar. Karena jika diterapkan untuk rumah sakit dengan kapasitas yang kecil,
teknologi ini kurang ekonomis karena biaya yang diperlukan cukup besar.
Pengolahan dengan sistem Kolam Oksidasi
Sistem kolam oksidasi ini telah dipilih untuk
pengolahan air limbah rumah sakit yang terletak ditengah-tengah kota karena
tidak memerlukan lahan yang luas.
Kolam Oksidasinya dibuat bulat atau elip dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke dalam sedimentation tank untuk mengendapkan benda-benda pada dan lumpur lainnya. Selanjutnya air yang sudah nampak jernih dialirkan ke bak klorinasi sebelum dibuang ke dalam sungai atau kebadan air lainnya. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada sludge drying bed.
Kolam Oksidasinya dibuat bulat atau elip dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke dalam sedimentation tank untuk mengendapkan benda-benda pada dan lumpur lainnya. Selanjutnya air yang sudah nampak jernih dialirkan ke bak klorinasi sebelum dibuang ke dalam sungai atau kebadan air lainnya. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada sludge drying bed.
Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilter
"Up Flow"
Proses pengolahan air limbah dengan biofilter
"up flow" ini terdiri dari bak pengendap, ditambah dengan beberapa
bak biofilter yang diisi dengan media kerikil atau batu pecah, plastik atau
media lain. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh
bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Bak pengendap terdiri atas 2 ruangan,
yang pertama berfungsi sebagai bak pengendap pertama, sludge digestion
(pengurai lumpur) dan penampung lumpur sedangkan ruang kedua berfungsi sebagai
pengendap kedua dan penampung lumpur yang tidak terendapkan di bak pertama, dan
air luapan dari bak pengendap dialirkan ke media filter dengan arah aliran dari
bawah ke atas.
Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap. Air luapan dari biofilter kemudian dibubuhi dengan khlorine atau kaporit untuk membunuh mikroorganisme patogen, kemudian dibuang langsung ke sungai atau saluran umum.
Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap. Air luapan dari biofilter kemudian dibubuhi dengan khlorine atau kaporit untuk membunuh mikroorganisme patogen, kemudian dibuang langsung ke sungai atau saluran umum.
Proses Pengolahan Dengan Sistem Biofilter
Anaerob-Aerob
Proses ini pengolahan dengan biofilter
anaerob-aerob ini merupakan pengembangan dari proses biofilter anaerob dengan
proses aerasi kontak Pengolahan air limbah dengan proses biofilter
anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni bak pengendap awal, biofilter
anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan jika perlu
dilengkapi dengan bak kontaktor khlor.
Pengolahan dengan Sistem Aerasi Kontak
Proses pengolahan air limbah dengan aerasi ini
merupakan pengembangan dari proses lumpur aktif dan proses biofilter.
Pengolahan air limbah dengan proses aerasi kontak ini terdiri dari dua bagian
yakni pengolahan primer dan pengolahan sekunder.
a. Pengolahan Primer
a. Pengolahan Primer
Pada pengolahan primer ini, air limbah dialirkan
melalui saringan kasar (bar screen) untuk menyaring sampah yang berukuran besar
seperti sampah daun, kertas, plastik dll. Setelah melalui screen air limbah
dialirkan ke bak pengendapan awal, untuk mengendapkan parikel lumpur, pasir dan
kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungsi sebagai bak
pengontrol aliran.
b. Pengolahan Sekunder
Proses pengolahan sekunder ini terdiri dari bak
kontaktor anaerob (Anoxic) dan bak kontaktor aerob. Air limpasan dari bak
pengendapan awal dipompa dan dialirkan ke bak penenang, kemudian dari bak
penenang air limbah mengalir ke kontaktor anaerob dengan arah aliran dari bawah
ke atas (Up Flow). Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media
dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini
bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang
akan diolah. Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak aerasi.
Di dalam bak aerasi ini diisi dengan media dari bahan platik (Polyethylen),
batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara
sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada di dalam
air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air
limbah akan dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang
menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan
efisiensi penguraian zat organik. Proses ini sering dinamakan Aerasi Kontak
(Contact Aeration).
Pengolahan dengan Sistem Kolam Aerasi atau
Kolam Stabilisasi
Sistem pengolahan air limbah “kolam stabilisasi”
adalah memenuhi semua kriteria tersebut diatas kecuali masalah lahan yang diperlukan,
sebab untuk kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas, maka biasanya
sistem ini dianjurkan untuk rumah sakit di pedalaman (di luar kota) yang
biasanya masih tersedia lahan yang cukup. Sistem ini hanya terdiri dari
bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :
a. Pump (Pompa air kotor)
b. Stabilization Pond (Kolam Stabilisasi)
biasanya 2 buah
c. Bak klorinasi
d. Control Room (Ruangan untuk Kontrol)
e. Inlet
f. Interconnection antara 2 kolam stabilisasi
g. Outlet dari kolam stabilisasi menuju ke sistem
chlorinasi (Bak Chlorinasi)
Anaerobic Filter Treatment System
Proses pengolahan anaerobik yaitu proses
pengolahan air yang menggunakan organisme yang aktif dimana oksigen tidak ada
dan proses ini ditunjukkan oleh proses fermentasi metan. Sebagai hasil
fermentasi metan oleh bakteri anaerobik zat organik yang komplek seperti
karbohidrat, lemak dan protein dibusukkan ke dalam metan (CH4) dan karbon
dioksida (CO2).
Proses pengolahan anaerobik biasanya digunakan untuk mengolah air limbah yang konsentrasinya tinggi atau lumpur, seperti pengolahan pada kotoran manusia atau air limbah dari proses fermentasi alkohol dari tetes. Pada umumnya air limbah yang di proses dengan pengolahan anaerobik dilanjutkan dengan pengolahan aerobik.
Proses pengolahan anaerobik biasanya digunakan untuk mengolah air limbah yang konsentrasinya tinggi atau lumpur, seperti pengolahan pada kotoran manusia atau air limbah dari proses fermentasi alkohol dari tetes. Pada umumnya air limbah yang di proses dengan pengolahan anaerobik dilanjutkan dengan pengolahan aerobik.
Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari
komponen-komponen antara lain sebagai berikut :
a. Pump Sump (Pompa Air kotor)
b. Septic Tank (Inhoff Tank)
c. Anaerobic Filter
d. Stabilization Tank (Bak Stabilisasi)
e. Chlorination Tank (Bak Chlorinasi)
f. Sludge Drying Bed (Tempat Pengeringan Lumpur)
g. Control Room (Ruang Control)
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit
yang juga tergantung dari besar kecilnya rumah sakit atau jumlah tempat tidur,
maka konstruksi anaerobic Filter Treatment System dapat disesuaikan dengan kebutuhan
tersebut misalnya :
a. Volume Septic Tank
b. Jumlah Anaerobik Filter
c. Volume Stabilization Tank
d. Jumlah Chlorinasi Tank
e. Jumlah Sludge drying bed
f. Perkiraan luas lahan yang diperlukan.
Persyaratan Limbah Cair Rumah Sakit
Menurut Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004
tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, limbah cair rumah sakit
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer
yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan
prosedur penanganan dan penyimpangannya.
2. Saluran pembungan limbah harus menggunakan
sistem saluran tertutup, kedap air dan limbah harus mengalir dengan lancar
serta terpisah dengan saluran air hujan.
3. Rumah sakit harus memiliki instalasi
pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan
bangunan disekitarnya yang mememnuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau
tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan.
4. Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair
untuk mengetahui debit harian limbah yang dihasilkan
5. Air limbah dari dapur harus dilengkapi
penangkap lemak dan saluran air limbah harus dilengkapi/ditutup dengan grill.
6. Air limbah yang berasal dari laboratorium
harus diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), bila tidak mempunyai
IPAL harus dikelola sesuai kebutuhan yang berlaku melalui kerjasama dengan
pihak lain atau pihak yang berwenang.
7. Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair
terolah (effluent) dilakukan setiap bulan sekali untuk swapantau dan minimal 3
bulan sekali uji petik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
8. Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang
mengandung atau terkena zat radioaktif, pengelolaanya dilakukan sesuai
ketentuan BATAN
lengkap.. terimakasih ini bisa jadi bahan laporan saya
BalasHapus